Tek Syarhil Quran Pintu Awal Meraih Prestasi Mendekati Illahi

Tek Syarhil Quran Pintu Awal Meraih Prestasi Mendekati Illahi

Menurut sir Charles Sherrington, Otak manusia begitu memesona, jutaan kumparan berkelip membentuk pola tertentu dari pola-pola yang lebih kecil, penuh arti dan tak kunjung diam dengan pergerakan yang harmonis, bagaikan galaksi bimasakti memasuki suatu kosmik yang berdansa. Ungkapan tersebut menunjukkan betapa luar biasa Allah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya. Agar manusia menjadi wakil terbaikNya di dunia dan Ia tak ingin ciptaanNya menjadi hina.

Begitu luar biasa besarnya modal yang telah Allah berikan kepada kita. Akankah kita menyia -nyiakannya? Di luar sana, masih ada orang yang membuang waktunya dengan hal-hal yang kurang bermanfaat. Ada atau ada? Bikin kerusuhan? Konsumsi obat-obatan terlarang? Nongkrong-nongkrong di pinggir jalan? Kelabing alias kelayaban bingung ke tempat-tempat yang dilarang Allah? Masih ada? Ada atau banyak? Na’udzubillah,, Sadar ataupun tidak, mungkin terkadang saya dan anda menjadi bagian dari orang-orang yang menyiakan waktu. Mau jadi apa bangsa ini? Apa kata dunia?? Astaghfirullah.. mari segera kita benahi diri.

Hadirin hadirat yang dirahmati Allah,
Belajar adalah suatu kewajiban bagi umat islam. Bukan hanya bagi anak sekolah atau mahasiswa saja, tetapi seluruh lapisan umur. Selama ia masih bernapas, matanya masih bisa berkedip, dan jantungnya masih berdetak. Maka dari itu, kami akan menyampaikan syarahan al quran berjudul, “Lihat dan Pelajari, Pintu Awal Meraih Prestasi, Mendekati Illahi”, dengan landasan wahyu yang pertama diturunkan Allah, QS. Al ‘Alaq : 1 – 5.

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Hadirin hadirat yang berbahagia,

Maksud dari ayat ke empat adalah Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca. Namun apakah hanya bergumul dengan tulisan dan bacaan? Ooo.. Tidak juga. Ada membaca yang punya maksud lain.

Seorang raja Sirsilia memiliki mahkota terbuat dari emas murni. Dan begitu bingung karena tak bisa mengetahui volume mahkotanya yang penuh dengan ukiran. Ia berpikir ini mustahil, maka ia memerintahkan seorang ilmuwan untuk memecahkan masalahanya. Sang ilmuwan pun bingung mencari jawabannya. Sangat sulit mengukur volume mahkota yang sarat dengan ukiran itu. Ketika sang ilmuwan sedang berendam merenungi tugas amat beratnya, air dalam bath tube pun tumpah saat ia bergerak. Ia tertegun memperhatikan air yang tumpah itu. Ia keluar dari bath tube, kembali mengisi bath tube hingga penuh. Ia mencelupkan kakinya, air pun tumpah lagi. Masih belum puas, ia kembali mengisi bath tube samapai penuh lagi, dan ia mencelupkan dirinya. Air yang tumpah pun semakin banyak. Ahha! Eureka!! (saya dapat!). saking girangnya ia  berteriak – teriak keluar kamar mandi dan lupa berpakaian.

Akhirnya ia berpakaian rapi dan menemui sang raja. Memasukkan mahkota ke dalam bejana berisi air penuh. Ia mengukur air yang tumpah, dan terjawablah berapa volume mahkota emas penuh ukiran itu. Ilmuwan ini bernama archimedes. Hukum archimedes sebenarnya merupakan ketentuan Allah yang dilihat, dibaca oleh archimedes. Inilah contoh proses ilmu pengetahuan dan peradaban manusia yang dimulai dengan kata “Iqra” (bacalah).

Hadirin yang terhormat,
Dalam HR. Tirmidzi dan Anas R.a diungkapkan, “Barangsiapa yang keluar dari rumah untuk mempelajari satu bab dari ilmu pengetahuan, maka ia berjalan fii sabilillah sampai ia kembali ke rumahnya”

Allah tidak hanya meminta kita untuk membaca alam, tapi juga manusia serta hubungan dengan manusia. Kita juga diperintahkan Allah untuk merenung setelah membaca, serta menyadari bahwa semua itu adalah bagian dari ketetapan Allah. Bukan terpisah sebagai ilmu pengetahuan saja. Jika manusia tidak mampu memberdayakan kemampuan nalar, maka ia akan kehilangan arah. Banyak kalangan ilmuwan yang begitu mempertuhankan ilmu tanpa menyadari realitas ilmu itu sendiri yang merupakan ketetapan atau hukum Allah.

Allah senantiasa mengajak kita untuk tidak berhenti berpikir mengenai segala kejadian. Berikut saya akan mengajak kita melihat contoh orang yang membaca dan menyelesaikan masalah di sekitarnya. Coba kita menulis angka 10 dengan angka romawi, lalu 100 atau 1000. Tapi bagaimana dengan 759 milyard? Trilyun, atau bilyun? Dan semuanya harus dengan angka romawi! Pada tahun 976M, seseorang memikirkannya dan menyelesaikan masalah tersebut. Dialah Muhammad bin Ahmad. Penemu angka 0. Dan sekarang kita merasakan manfaatnya. Penelitiannya dilanjutkan oleh muhammad bin musa al khawarizmi. Ia menemukan perhitungan al jabar yang menjadi dasar ilmu pasti. Para pejuang kecerdasan itulah yang telah meretas jalan menuju kemajuan science. Sebuah usaha membaca sifat – sifat Allah.

Penekanan pentingnya berpikir serta belajar, sangat dimuliakan Allah. Selain merupakan keutamaan yang disebutkan hampir disetiap ayatNya, juga sebagai penyelamat dirinya dan sesamanya dari jurang kehancuran dan mendorong manusia pada kemajuan peradaban. Begitu banyak bacaan yang dapat dipelajari di sekitar kita. Selain buku dan berbagai media, bisa juga merupakan kejadian atau pengalaman kita dan orang lain, yang intinya, dijadikan teladan, peringatan, atau kesimpulan.

Hadirin yang berbahagia,
Sekarang kita sedang menghadapi bulan ramadhan karim. Jangan sampai kita melewatkan obral pahala besar – besaran, potongan dosa, dan ada door prize lailatul qadar. Semua kebaikan dilipatgandakan. Masih ingat tentang riwayat hadits tadi bukan? Jika pada hari – hari biasa saja orang yang keluar rumah  untuk menuntut ilmu dihitung sebagai perjuangan fii sabilillah sampai ia tiba di rumah, apalagi di bulan ramadhan. So, tidak ada lagi alasan bermalas – malasan di bulan ramadhan dengan alasan berpuasa. Karena puasa itu bukan berarti diam, tapi bergerak. Bagaimana kita bisa merebut kembali kejayaan Islam di masa lalu, kalau kita hanya ingin, tapi tidak ada aksi. Bagaikan busur panah yang hanya membidik, tapi tidak dilepaskan anak panahnya. Bagaimana sasaran itu tercapai? Jangan terlalu berharap ada perubahan kalu tidak ada pergerakan. Sebagaimana firman Allah dalam QS.Ar ra’du : 11
11.  Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.

Hadirin rahimakumullah,
Ada aksi, maka ada reaksi. Ada pergerakan, maka ada perubahan. Jangan kita terjebak terus menerus dengan persepsi kita bahwa kita tertinggal. Katakanlah Tidak! Kita adalah luar biasa. Ingin tau siapa kita? Baru – baru ini ditemukan fakta bahwa semua makhluk hidup memiliki alphabet basa DNA yang sama, A(adenin), T(thymin), G(guanin), C(chytosine). Dalam struktur helix ganda sebuah DNA, A - T sedangkan G – C. Diperkirakan dalam tubuh manusia terdapat 100 trilyun sel. Dengan 23 pasang kromosom di tiap intisel yang disusun 3 milyar huruf alphabet tadi. Jika DNA dalam setiap tubuh manusia direntangkan, maka panjangnya akan melebihi 600x jarak bumi dengan matahari. Cobalah bayangkan sejenak, betapa luar  biasa Allah menciptakan makhluk bernama manusia ini. Tak lain karena manusia adalah makhluk kepercayaanNya tuk menjadi khalifah di bumi.

Jangan pernah meremehkan diri kita. Karena kita memiliki modal kemuliaan. Namun bukan pula menjadi alasan bagi kita untuk sombong. Jangan sia – siakan kepercayaan Allah. Kita diciptakan untuk meraih kemenangan. Setiap hari ada 5x panggilan adzan, dan tiap adzan 2x kita dipanggil untuk meraih kemenangan. Mari kita sambut panggilan tersebut sepenuh hati.

Hadirin yang bebahagia,

Dari uraian tadi dapat disimpulkan,
  1. Belajar merupakan kewajiban umat islam sepanjang hayat. Bukan hanya sampai tamat sekolah atau kuliah, tapi selama masih ada helaan napas, mata masih bisa berkedip, dan jantung masih berdetak
  2. Orang yang berhasil, bukan karena IQ super. Karena keberhasilan tidak memerlukan kecerdasan yang luar biasa, juga bukan karena keberuntungan semata. Tapi tergantung besar tidaknya keyakinan kita meraih kemenangan dan setinggi apakah cita – cita kita. Bercita – citalah setinggi – tingginya. Dusturunal qur’an, Allahu Ghayatuna, (al qur’an penuntun kita, Allah tujuan kita). Jadilah wakil Allah yang terbaik di muka bumi. Lakukanlah yang terbaik yang kita bisa apapun aktifitas kita.
  3. Gunakanlah ramadhan sebagai bulan pelatihan untuk menghadapi 11 bulan ke depan. Selama masih diberi kesempatan oleh Allah, gunkanlah sebaik – baiknya kesmpatan yang ada. Ingat 5 perkara sebelum 5 perkara.

Demikianlah syarahan yang kami sampaikan, mohon maaf atas segala kekurangan.

Baca selengkapnya »
Mengingat Nikmat Dengan Syukur

Mengingat Nikmat Dengan Syukur

Mampukah kita menghitung nikmat-nikmat Allah Ta’ala yang telah kita dapat hingga saat ini? Tentulah, TIDAK! Menghitung jumlah nikmat dalam sedetik saja kita tidak mampu, terlebih sehari bahkan selama hidup kita di dunia ini. Tidur, bernafas, makan, minum, bisa berjalan, melihat, mendengar, dan berbicara, semua itu adalah nikmat dari Allah Ta’ala, bahkan bersin pun adalah sebuah nikmat. Jika dirupiahkan sudah berapa rupiah nikmat Allah itu? Mampukah kalkulator menghitungnya? Tentulah, TIDAK! Sudah berapa oksigen yang kita hirup? Berapa kali mata kita bisa melihat atau sekedar berkedip? Sampai kapan pun kita tidak akan bisa menghitungnya. Sebagaiman Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. An Nahl: 18)
Lalu, apakah yang harus kita lakukan setelah kita mendapatkan semua nikmat itu? Bersyukur atau kufur? Jika memang bersyukur, apakah diri ini sudah tergolong hamba yang mensyukuri nikmat-nikmat itu?
Karena itu, kita Perlu mengetahui bagaimana cara bersyukur kepada Allah Ta’ala dan bagaimana tata cara merealisasikan syukur itu sendiri. Ketahuilah bahwasannnya Allah mencintai orang-orang yang bersyukur. Hamba yang bersyukur merupakan hamba yang dicintai oleh Allah Ta’ala. Seorang hamba dapat dikatakan bersyukur apabila memenuhi tiga hal:
Pertama,
Hatinya mengakui dan meyakini bahwa segala nikmat yang diperoleh itu berasal dari Allah Ta’ala semata, sebagaimana firman Allah Ta’ala :
وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ
Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya)”. (Qs. An Nahl: 53)
Orang yang menisbatkan bahwa nikmat yang ia peroleh berasal dari Allah Ta’ala, ia adalah hamba yang bersyukur. Selain mengakui dan meyakini bahwa nikmat-nikmat itu berasal dari Allah Ta’ala hendaklah ia mencintai nikmat-nikmat yang ia peroleh.
Kedua,
Lisannya senantiasa mengucapkan kalimat Thayyibbah sebagai bentuk pujian terhadap Allah Ta’ala
Hamba yang bersyukur kepada Allah Ta’ala ialah hamba yang bersyukur dengan lisannya. Allah sangat senang apabila dipuji oleh hamba-Nya. Allah cinta kepada hamba-hamba-Nya yang senantiasa memuji Allah Ta’ala.
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)”. (Qs. Adh Dhuha: 11)
Seorang hamba yang setelah makan mengucapkan rasa syukurnya dengan berdoa, maka ia telah bersyukur. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, dari Mu’adz bin Anas, dari ayahnya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَكَلَ طَعَامًا فَقَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَطْعَمَنِى هَذَا وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّى وَلاَ قُوَّةٍ . غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Barang siapa yang makan makanan kemudian mengucapkan: “Alhamdulillaahilladzii ath’amanii haadzaa wa rozaqoniihi min ghairi haulin minnii wa laa quwwatin” (Segala puji bagi Allah yang telah memberiku makanan ini, dan merizkikan kepadaku tanpa daya serta kekuatan dariku), maka diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Tirmidzi no. 3458. Tirmidzi berkata, hadits ini adalah hadits hasan gharib. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Terdapat pula dalam hadits Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ لَيَرْضَى عَنِ الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ الأَكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا
Sesungguhnya Allah Ta’ala sangat suka kepada hamba-Nya yang mengucapkan tahmid (alhamdulillah) sesudah makan dan minum” (HR. Muslim no. 2734).
Bahkan ketika tertimpa musibah atau melihat sesuatu yang tidak menyenangkan, maka sebaiknya tetaplah kita memuji Allah.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم – إِذَا رَأَى مَا يُحِبُّ
قَالَ « الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ ». وَإِذَا رَأَى مَا يَكْرَهُ قَالَ « الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ ».
Dari Aisyah, kebiasaan Rasulullah jika menyaksikan hal-hal yang beliau sukai adalah mengucapkan “Alhamdulillah alladzi bi ni’matihi tatimmus shalihat”. Sedangkan jika beliau menyaksikan hal-hal yang tidak menyenangkan beliau mengucapkan “Alhamdulillah ‘ala kulli hal.” (HR Ibnu Majah no 3803 dinilai hasan oleh al Albani)
Ketiga,
Menggunakan nikmat-nikmat Allah Ta’ala untuk beramal shalih
Sesungguhnya orang yang bersyukur kepada Allah Ta’ala akan menggunakan nikmat Allah untuk beramal shalih, tidak digunakan untuk bermaksiat kepada Allah. Ia gunakan matanya untuk melihat hal yang baik, lisannya tidak untuk berkata kecuali yang baik, dan anggota badannya ia gunakan untuk beribadah kepada Allah Ta’ala.
Ketiga hal tersebut adalah kategori seorang hamba yang bersyukur yakni bersyukur dengan hati, lisan dan anggota badannya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Qudamah rahimahullah, “Syukur (yang sebenarnya) adalah dengan hati, lisan dan anggota badan. (Minhajul Qosidin, hal. 305). Syukur dari hati dalam bentuk rasa cinta dan taubat yang disertai ketaatan. Adapun di lisan, syukur itu akan tampak dalam bentuk pujian dan sanjungan. Dan syukur juga akan muncul dalam bentuk ketaatan dan pengabdian oleh segenap anggota badan.” (Al Fawa’id, hal. 124-125)
Dua Nikmat Yang Sering Terlupakan; Nikmat Sehat Dan Waktu Luang
Hendaklah kita selalu mengingat-ingat kenikmatan Allah yang berupa kesehatan, kemudian bersyukur kepada-Nya, dengan memanfaatkannya untuk ketaatan kepada-Nya. Jangan sampai menjadi orang yang rugi, sebagaimana hadits berikut,
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
Dari Ibnu Abbas, dia berkata: Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Dua kenikmatan, kebanyakan manusia tertipu pada keduanya, (yaitu) kesehatan dan waktu luang”. (HR Bukhari, no. 5933)
Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan: “Kenikmatan adalah keadaan yang baik. Ada yang mengatakan, kenikmatan adalah manfaat yang dilakukan dengan bentuk melakukan kebaikan untuk orang lain”. (Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, penjelasan hadits no. 5933)
Ibnu Baththaal rahimahullah mengatakan: “Makna hadits ini, bahwa seseorang tidaklah menjadi orang yang longgar (punya waktu luang) sehingga dia tercukupi (kebutuhannya) dan sehat badannya. Barangsiapa dua perkara itu ada padanya, maka hendaklah dia berusaha agar tidak tertipu, yaitu meninggalkan syukur kepada Allah terhadap nikmat yang telah Allah berikan kepadanya. Dan termasuk syukur kepada Allah adalah melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Barangsiapa melalaikan hal itu, maka dia adalah orang yang tertipu”. (Fathul Bari)
Kemudian sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas “kebanyakan manusia tertipu pada keduanya” ini mengisyaratkan, bahwa orang yang mendapatkan taufiq (bimbingan) untuk itu, hanyalah sedikit.
Ibnul Jauzi rahimahullah menjelaskan: “Kadang-kadang manusia itu sehat, tetapi dia tidak longgar, karena kesibukannya dengan mencari penghidupan. Dan kadang-kadang manusia itu cukup (kebutuhannya), tetapi dia tidak sehat. Maka jika keduanya terkumpul, lalu dia dikalahkan oleh kemalasan melakukan kataatan, maka dia adalah orang yang tertipu. Kesempurnaan itu adalah bahwa dunia merupakan ladang akhirat, di dunia ini terdapat perdagangan yang keuntungannya akan nampak di akhirat. Barangsiapa menggunakan waktu luangnya dan kesehatannya untuk ketaatan kepada Allah, maka dia adalah orang yang pantas diirikan. Dan barangsiapa menggunakan keduanya di dalam maksiat kepada Allah, maka dia adalah orang yang tertipu. Karena waktu luang akan diikuti oleh kesibukan, dan kesehatan akan diikuti oleh sakit, jika tidak terjadi, maka itu (berarti) masa tua (pikun).
Maka sepantasnya hamba yang berakal bersegera beramal shalih sebelum kedatangan perkara-perkara yang menghalanginya. Imam Al Hakim meriwayatkan dari Abdullah bin Abbas, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda menasihati seorang laki-laki:
اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ , شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ , وَصِحَّتِكَ قَبْلَ سَقْمِكَ , وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ , وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ , وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
”Ambillah kesempatan lima (keadaan) sebelum lima (keadaan). (Yaitu) mudamu sebelum pikunmu, kesehatanmu sebelum sakitmu, cukupmu sebelum fakirmu, longgarmu sebelum sibukmu, kehidupanmu sebelum matimu.” (HR. Al Hakim)
Mengapa Kita Harus Bersyukur?
Karena semua nikmat itu berasal dari Allah Ta’ala
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ
Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya)”. (Qs. An Nahl: 53)
فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
Maka makanlah yang halal lagi baik dari rizki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.”  (Qs. An Nahl: 114).
Bersyukur merupakan perintah Allah Ta’ala
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
Ingatlah kepada-Ku, Aku juga akan ingat kepada kalian. Dan bersyukurlah kepada-Ku, janganlah kalian kufur.” (Qs. Al Baqarah: 152)
Pada ayat tersebut Allah memerintahkannya secara khusus, kemudian sesudahnya Allah memerintahkan untuk bersyukur secara umum. Allah berfirman yang artinya, “Maka bersyukurlah kepada-Ku.”
Yaitu bersyukurlah kalian atas nikmat-nikmat ini yang telah Aku karuniakan kepada kalian dan atas berbagai macam bencana yang telah Aku singkirkan sehingga tidak menimpa kalian.
Disebutkannya perintah untuk bersyukur setelah penyebutan berbagai macam nikmat diniyah yang berupa ilmu, penyucian akhlak, dan taufik untuk beramal, maka itu menjelaskan bahwa sesungguhnya nikmat diniyah adalah nikmat yang paling agung. Bahkan, itulah nikmat yang sesungguhnya. Apabila nikmat yang lain lenyap, nikmat tersebut masih tetap ada.
Hendaknya setiap orang yang telah mendapatkan taufik (dari Allah) untuk berilmu atau beramal senantiasa bersyukur kepada Allah atas nikmat tersebut. Hal itu supaya Allah menambahkan karunia-Nya kepada mereka. Dan juga, supaya lenyap perasaan ujub (kagum diri) dari diri mereka. Dengan demikian, mereka akan terus disibukkan dengan bersyukur.
Jika tidak bersyukur, berarti ia telah kufur
“Karena lawan dari syukur adalah ingkar/kufur, Allah pun melarang melakukannya. Allah berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kalian kufur”. Yang dimaksud dengan kata ‘kufur’ di sini adalah yang menjadi lawan dari kata syukur. Maka, itu berarti kufur di sini bermakna tindakan mengingkari nikmat dan menentangnya, tidak menggunakannya dengan baik. Dan bisa jadi maknanya lebih luas daripada itu, sehingga ia mencakup banyak bentuk pengingkaran. Pengingkaran yang paling besar adalah kekafiran kepada Allah, kemudian diikuti oleh berbagai macam perbuatan kemaksiatan yang beraneka ragam jenisnya dari yang berupa kemusyrikan sampai yang ada di bawah-bawahnya.” (Taisir Karimir Rahman, hal. 74)
Penopang Tegaknya Agama
Al ‘Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan di dalam sebuah kitabnya yaitu Al Fawa’id,  “Bangunan agama ini ditopang oleh dua kaidah: Dzikir dan syukur. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Ingatlah kepada-Ku, Aku juga akan ingat kepada kalian. Dan bersyukurlah kepada-Ku, janganlah kalian kufur.” (Qs. Al Baqarah: 152).”
Ketika bersyukur kepada Allah, maka Allah akan tambahkan nikmat itu menjadi semakin banyak
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Dan (ingatlah juga), tatkala Rabbmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (Qs. Ibrahim: 7).
Semua nikmat yang diperoleh, kelak akan dimintai pertanggungjawaban
AllahTa’alaberfirman,
ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ
Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu)” (Qs. At Takatsur: 8).
Syaikh As Sa’dirahimahullahmenerangkan, nikmat yang telah kalian peroleh di dunia, apakah benar telah kalian syukuri, disalurkan untuk melakukan hak Allah dan tidak disalurkan untuk perbuatan maksiat? Jika kalian benar-benar bersyukur, maka kalian kelak akan mendapatkan nikmat yang lebih mulia dan lebih utama.
Allah Ta’ala berfirman,
وَيَوْمَ يُعْرَضُ الَّذِينَ كَفَرُوا عَلَى النَّارِ أَذْهَبْتُمْ طَيِّبَاتِكُمْ فِي حَيَاتِكُمُ الدُّنْيَا وَاسْتَمْتَعْتُمْ بِهَا فَالْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ
Dan (ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka dikatakan): “Kamu telah menghabiskan rezkimu yang baik dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya; maka pada hari ini kamu dibalasi dengan azab yang menghinakan” (Qs. Al Ahqaf: 20).
Allah akan memberikan balasan kepada orang yang bersyukur
Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ
Dan kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur” (Qs. Ali Imran:145)
Semoga kita termasuk dalam orang-orang yang mengingat nikmat Allah Ta’ala dengan bersyukur.
اَللَّهُمَّ أَعِنِّيْ عَلَى ذِكْرِكَ، وَشُكْرِكَ، وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ .
“Ya Allah! Berilah pertolongan kepadaku untuk menyebut namaMu, syukur kepadaMu dan ibadah yang baik untukMu.”
Wallahu waliyyut taufiq
***
Muslimah.Or.Id
Penulis: Ummu Abdillah Dewi Gimarjanti
Murajaah: Ustadz Ammi Nur Baits

Sumber:
  • Fat-hul Bāri Syarh Shahih Bukhari, Ibnu Hajar Aṡqolani
  • Al- Fawāid, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Penerbit Dār at-Taqwā liturāṡ
  • Shahih At Targhib wat Targhib 3/311, no. 3355, Penerbit Maktabul Ma’arif
  • Taisir Karimir Rahman, Syaikh Abdurrahman as-Sa’di
  • Al-Qurān al-Karīm
Website:
  • Yufid.tv, video ceramah singkat “Cara Bersyukur yang Benar Agar Rizki Melimpah” oleh Ustaż Badrusalam, Lc. Diunduh pada tanggal 23 Mei 2013 pukul 11.48 pm.


Sumber: https://muslimah.or.id/4607-mengingat-nikmat-dengan-syukur.html
Baca selengkapnya »
3 Aspek Syukur Nikmat

3 Aspek Syukur Nikmat

3 Aspek Syukur Nikmat

"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah nikmat kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku),maka pasti azab-Ku sangat berat."(QS.ibrahim [14]:7) 

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ ﴿٧

Syukur itu diwujudkan dalam tiga aspek :
  1. Syukur dengan hati, yaitu menyadari dan menyakini bahwa semua nikmat dan karunia yang diperoleh merupakan anugerah Allah dan berasal dari-Nya. 
  2. Syukur dengan lisan, yaitu dengan memuji Allah sebanyak-banyaknya.
  3. Syukur dengan perbuatan, yaitu taat beribada kepada-Nya dan menggunakan karunia itu untuk kebaikan. 

Allah SWT telah memberikan kepada kita sekalian umat manusia berbagai macam nikmat, dalam jumlah yang tiada terhingga banyaknya, baik yang terasa maupun yang tidak disadari, baik yang diminta maupun tanpa diminta terlebih dahulu, seperti nikmat penglihatan, pendengaran, kesempurnaan anggota tubuh dan lain-lain. Sehingga apabila seluruh air yang ada di lautan dan daratan dijadikan tinta serta seluruh dedaunan di muka bumi ini dijadikan catatan, maka tidak akan cukup untuk menuliskan seluruh nikmat yang telah Allah berikan kepada kita manusia. Dan bahkan kita sama sekali tidak akan mampu menghitungnya. 

Firman Allah dalam Al-Quran :

وَآتَاكُمْ مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لا تُحْصُوهَا إِنَّ الإنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
“Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat dzalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)”. (QS Ibrahim ayat 34)

Sedangkan dalam memberikan nikmat ini Allah tidak pandang bulu, apakah manusia itu beriman atau kafir, ahli taat atau ahli maksiat, laki-laki atau perempuan, tua atau muda, kaya atau miskin, diminta maupun tidak diminta, kesemuanya itu diberi nikmat oleh Allah sesuai dengan irodah-Nya.

Ketika kehilangan sesuatu, ketika mengalami kerugian, atau ketika tidak mendapatkan sesuatu yang kita inginkan, sering kali jiwa kita bergelora sehingga patah semangat, tidak lagi memiliki motivasi. Kita sering lupa mensyukuri yang sudah kita miliki, kita juga sering melupakan hikmah yang tak ternilai dari suatu kegagalan yang semestinya kita syukuri.

Padahal berdasarkan ayat di atas, jika kita mahu bersyukur maka Allah menjanjikan akan menambah nikmat kepada kita. Oleh sebab itu kita seharusnya menyukuri apa yang sudah Allah berikan kepada kita, kita juga mesti mensyukuri apa yang kita dapatkan meskipun sekecil apa pun. Ini adalah rahsia Allah melipat gandakan nikmat kepada kita. Ketika mana kita berusaha, syukurilah nikmat yang kita perolehi agar ditambah oleh Allah SWT.

Jadi, tetaplah semangat walaupun hasil kita kecil, sebab jika kita mensyukurinya, yang kecil tersebut boleh menjadi besar. Alangkah jahilnya orang yang tidak mahu mensyukuri nikmat Allah SWT. Mereka sering menyangka bahawa yang namanya nikmat itu adalah rezeki dalam bentuk kebendaan dalam kuantiti jumlahnya besar. Padahal tidak, nikmat yang sudah kita perolehi itu sangat banyak, jika kita berusaha untuk menyebutkannya, kita tidak akan mampu.

Nikmatilah hidup, tetaplah semangat walaupun hasilnya kita, kerana kita boleh melipat gandakannya dengan mensyukurinya. Renungkanlah, betapa banyaknya nikmat yang sudah kita miliki. Jangan risau, jangan takut untuk gagal, sebab kegagalan sebesar apa pun tidak akan menghabiskan nikmat-nikmat yang ada pada diri kita.

Lalu apa hikmahnya pemberian nikmat Allah ini bagi manusia ? 

Justru di sinilah permasalahannya. Dari sisi bagaimana cara manusia menerima nikmat inilah kemudian manusia menjadi terbagi ke dalam dua golongan.

Pertama, golongan manusia yang akan mendapatkan nikmat abadi, yaitu golongan manusia yang hidupnya di dunia ini merasakan nikmatnya terus bertambah-tambah dan ujungnya mereka akan memperoleh kenikmatan abadi di akhirat kelak, kenikmatan mendapatkan surga Allah SWT. Mereka itulah orang-orang yang senantiasa bersyukur dan selalu mensyukuri nikmat yang Allah berikan kepadanya.

Kedua, golongan manusia celaka, yaitu golongan manusia yang ketika hidup di dunia dicabut kenikmatannya oleh Allah, atau mungkin ditambah  kenikmatannya sebagai bentuk kebencian Allah kepadanya (sebagai istijrodz), namun di akhirat kelak akan mendapat siksa neraka yang amat pedih. Naudzubillah tsuma naudzubillah.

Firman Allah SWT dalam Al-Quran:
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ (إبراهيم: 7

“Dan jika kamu sekalian bersyukur atas nikmat yang Aku berikan, maka niscaya akan Aku tambah nikmat-Ku untukmu. Dan jika kamu sekalian kufur atas nikmat-Ku, maka sesungguhnya azab-Ku itu sangat pedih”. QS Ibrahim ayat 7

Dan firman-Nya yang lain:
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلا تَكْفُرُونِ (البقرة : 152

“Ingatlah kepada-Ku niscaya Aku mengingatmu, dan bersyukurlah kepada-Ku, janganlah kamu sekalian kufur”. QS al-Baqarah 152

وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ (آل عمران : 145

“Dan lagi akan Aku balas orang-orang yang bersyukur dengan pahala yang amat besar”. QS Aali Imran ayat 145

Serta sabda Nabi SAW yang maknanya:

“Diseru pada hari kiamat golongan Hamadun (orang-orang yang memuji Allah SWT) untuk berdiri, maka berdirilah mereka itu dalam satu himpunan/kelompok, lalu diberikan kepada mereka itu satu panji / bendera, kemudian mereka masuk ke dalam surga. Rasulullah SAW ditanya: Siapakah Hamadun itu ya Rasulallah ? Jawab Rasul SAW: mereka itu adalah orang-orang yang senantiasa bersyukur kepada Allah SWT dalam setiap hal”.

al-Imam Jalaluddin Al-Mahali dan al-Imam Jalaludin As-Suyuthi dalam Tafsir Jalalen menyatakan bahwa manifestasi syukur nikmat adalah dengan jalan meningkatkan tauhid dan thoah kepada Allah SWT, sedangkan kufur nikmat adalah dengan jalan kufur kepada Allah dan melakukan kemaksiatan.

Artinya, jika kita ingin mengetahui apakah kita termasuk golongan manusia yang syukur nikmat atau yang kufur nikmat, tinggal kita hitung-hitungan (muhasabah) apakah kita termasuk ahli tha'at atau ahli maksiat dalam seluruh perilaku kehidupan kita.

Dengan kata lain, jika ingin termasuk golongan yang beruntung, maka tingkatkan terus keimanan dan ketaatan kita kepada Allah, dengan cara memperbanyak menghadiri majelis-majelis ilmu / pengajian, karena dengan sering hadir dalam majelis ilmu, iman dan semangat ibadah kita akan bertambah. Kemudian berusahalah untuk meningkatkan segala amal ibadah kita, baik ibadah mahdloh (tertentu) maupun yang ghoer mahdloh (umum) sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW sebagaimana yang diperoleh dalam majelis-majelis ilmu tersebut. Sebaliknya berusaha keraslah dengan bersungguh-sungguh (bil jiddi wal ijtihadi) untuk menghindari perbuatan-perbuatan maksiat sekecil apapun.

Dengan demikian, insya Allah kita akan termasuk ke dalam golongan orang-orang yang bersyukur sebagaimana dimaksud ayat di atas, yaitu golongan orang-orang yang akan mendapat keridlaan dan kenikmatan surga Allah SWT. Amin ya Robbal alamin.

Hujatul Islam al-Imam Al-Ghazali.rhm dalam kitabnya Bidayatul Bidayah menyatakan bahwa dalam hakikat syukur itu terhimpun tiga perkara;

Pertama, Ilmu yakni harus engkau ketahui bahwasannya segala nikmat itu datangnya dari Allah SWT bukan dari lainnya. Dan jika engkau lihat datangnya nikmat itu dari yang lain selain dari Allah, maka itu semata-mata hanya sabab saja yang di zhohirkan oleh Allah Ta’ala padanya. Jadi hadirkanlah dalam hatimu keyakinan tersebut pada setiap keadaanmu.

Kedua, Hal (keadaan) yakni engkau terima dan engkau junjung nikmat itu datangnya dari Allah SWT, dan engkau suka kepada yang memberi nikmat itu yaitu Allah SWT, kemudian engkau takdimkan/ engkau agungkan Allah SWT serta engkau rendahkan dirimu di hadapan-Nya.

Ketiga, Amal yakni engkau perlakukan segala nikmat Allah itu untuk segala hal yang disukai oleh-Nya dan engkau jauhkan daripada segala hal yang dibenci oleh Allah SWT. Karena segala anggota badanmu itu nikmat dari Allah SWT, dan segala ibadah itu disukai oleh Allah, sedangkan segala maksiat itu dibenci oleh Allah SWT.

Pergunakanlah matamu itu untuk membaca Al-Quran dan kitab ilmu, untuk melihat langit dan bumi serta sekalian mahluk Allah agar sampai kepada hatimu mengetahui akan Tuhanmu yang menciptakanmu dan sekalian mahluk.

Dan pergunakanlah telingamu untuk mendengarkan dzikir, mendengarkan Al-Quran, dan mendengarkan ilmu yang memberi manfaat kepada akhirat. Janganlah engkau dengarkan segala yang haram, segala yang makruh dan segala yang sia-sia.

Pergunakanlah lidahmu untuk dzikrullah dan membaca Al-Quran serta mengucap syukur dan alhamdulillah (memuji) kepada Allah sebagai bentuk mendohirkan rasa syukur atas nikmat yang datang kepadamu.

Demikian pula pergunakanlah tanganmu, kakimu, dan seluruh anggota badanmu untuk melakukan segala hal yang disukai oleh Allah SWT, serta untuk menjauhi segala hal yang dibenci oleh Allah SWT.

Dengan demikian mudah-mudahan kita dimasukan ke dalam golongan ahli syukur nikmat, dan semoga Allah memberikan kekuatan, kemampuan dan kemauan kepada kita untuk dapat mempergunakan hati dan seluruh anggota badan kita kepada hal-hal yang disukai oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW serta untuk menjauhi segala hal yang dibenci oleh-Nya dan dibenci oleh Rasul-Nya. Amin ya Robbal alamin.
Baca selengkapnya »
Imam Syafi’i  Sang Jenius  Legendaris

Imam Syafi’i Sang Jenius Legendaris

Imam Syafi’i  Sang Jenius  Legendaris

Imam Syafi’i lahir tahun 150 H, yaitu pada tahun meninggalnya Imam Abu Hanifah rahimahullah. Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi’i bin Saib bin Ubaid bin Abdul Yazid bin Hasyim bin Al-Mutholib bi Abdi Manaf bin Qushai Al-Quraisy Al-Mathlabi Asy-Syafi’i Al-Hijazi Al-Maliki.

Beliau mengembara mencari ilmu agama, nahwu, adab dan juga fiqih, membaca Al-Muwatho’ dihadapan Imam Malik, bahkan menghafal lancar hingga Imam Malik kagum akan bacaannya. Kecerdasan yang luar biasa, akhlak yang mulia dan berpegang teguh dengan Sunnah. Selain itu beliau sering berdiskusi dengan Muhammad bin Al-Hasan di Irak, menyebarkan hadits, menanamkan kaidah-kaidah mahzhab dalam menetapkan hukum dan menyebarkan Sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam. Dan Imamnya ahli hadits zaman itu, Abdurrahman bin Mahdi meminta beliau menulis sebuah buku tentang Ushul Fiqih.

Diantara Perkataan Mulia Beliau
Beliau seorang yang fakir, sebagaimana perkataannya : “ Aku tidak memiliki harta dan sejak kecil telah menuntut ilmu ( pada waktu berumur dibawah 13 tahun ) dan aku pergi belajar  dengan meminta punggung kulit buku ( kulit buku yang telah dipakai) dan aku menulis pelajarannya di sisa kertas tersebut”.

Imam Syafi’i rahimahullah mengatakan :
“Kebaikan dunia dan akhirat terdapat dalam 5 hal :
  1. Jiwa yang senantiasa merasa cukup.
  2. Menolak gangguan
  3. Usaha yang halal
  4. Taqwa
  5. Selalu yakin terhadap Allah ‘Azza wa Jalla apapun yang terjadi ”.
Harmalah berkata, “Aku mendengar Asy Syafi’i berkata, ‘ Aku mendambakan semua ilmu diamalkan oleh orang sehingga aku mendapatkan pahala, namun mereka tidak pernah memujiku‘”.

Bukti Kecerdasan Asy-Syafi’i
Ada sebagian ulama Iraq ingin menguji kecerdasan beliau dalam menjawab teka-teki yang rumit.  Khalifah  Harun  Al-Rasyid yang sangat mengagumi kepandaian beliau juga hadir dalam majelis tersebut. Diantara teka-teki yang diajukan kepada beliau adalah :

  1. Bagaimana pendapatmu tentang seseorang yang menyembelih kambing dirumahnya kemudian dia keluar untuk suatu keperluan, lalu dia kembali lagi, lantas dia berkata kepada keluarganya, “ Makanlah kambing ini!, sungguh kambing ini haram bagiku!”, keluarganyapun berkata, “Demikian juga haram bagi kami”?.

Jawaban Imam Syafi’i rahimahullah  :
“ Sesungguhnya laki-laki tersebut merupakan orang musyrik. Dia menyembelih kambing atas nama berhala, lalu dia keluar dari rumahnya untuk suatu keperluan dan ternyata Allah memberi hidayah kepadanya. Untuk memeluk agama Islam lalu dia masuk Islam, maka kambing tersebut haram baginya. Ketika para keluarganya tahu bahwa lelaki tersebut masuk Islam, maka merekapun ikut masuk Islam, maka kambing tersebut juga diharamkan atas mereka”.

  1. Ada dua muslim yang sama-sama berakal minum arak. Salah satunya dikenai hukuman sedangkan yang lainnya tidak dikenai hukuman ?
 Beliau menjawab : “Sebab salah satunya baligh, sedangkan lainnya masih kecil (belum baligh)”.

  1. Ada lima orang melakukan zina terhadap seorang perempuan maka orang pertama harus dibunuh, orang ke dua dirajam, orang ketiga dikenai hukuman zina (non rajam,pent.), orang ke empat dikenai separoh dari hukuman zina dan orang kelima tidak dikenai sanksi apapun.
 Jawab beliau : “ Orang pertama menganggap zina merupakan perbuatan yang halal sehingga dia murtad dan dia harus di bunuh. Orang kedua adalah muhshon ( orang yang pernah menikah, orang ketiga adalah ghoiru muhshon ( belum pernah menikah ) orang ke empat adalah budak. Sedangkan orang kelima adalah orang gila”.

  1. Ada dua laki-laki diatas loteng rumah, salah satunya terjatuh dan mati. Anehnya istri lelaki satunya yang masih hidup menjadi haram baginya.

Imam Syafi’i pun menjawab:
 Sesungguhnya lelaki yang terjatuh sampai mati menikahkan anak perempuannya kepada budaknya yang menemaninya di atas loteng. Ketika laki-laki tersebut meninggal dunia maka anak perempuannya memiliki budak yang merupakan suaminya sendiri, maka perempuan tersebut haram baginya”.

Begitulah Imam Asy-Syafi’i, sosok cerdas, banyak ide, tajam pemahaman dan bagus daya tangkapnya.

———————————————–
Penulis: Isruwanti Ummu Nashifah
Murojaah: Ustadz Sa’id Abu Ukasyah
Referensi :
  1. Hiburan Orang-Orang Sholih ( terjemahan.), Muhammad Amin Al-Jundi, Pustaka Arofah, Solo, Cetakan ke- I 2011
  2. Perjalanan ‘Ulama Menuntut Ilmu ( terjemahan ) Abu Annas Majid Al-Bantani , Darul Fallah, Bekasi, cet ke 4 2012
Baca selengkapnya »
Syukur Atas Nikmat-nikmat Allah Ta'ala

Syukur Atas Nikmat-nikmat Allah Ta'ala

Syukur Atas Nikmat-nikmat Allah Ta'ala

Mampukah kita menghitung nikmat-nikmat Allah Ta’ala yang telah kita dapat hingga saat ini? Tentulah, TIDAK! Menghitung jumlah nikmat dalam sedetik saja kita tidak mampu, terlebih sehari bahkan selama hidup kita di dunia ini. Tidur, bernafas, makan, minum, bisa berjalan, melihat, mendengar, dan berbicara, semua itu adalah nikmat dari Allah Ta’ala, bahkan bersin pun adalah sebuah nikmat. Jika dirupiahkan sudah berapa rupiah nikmat Allah itu? Mampukah kalkulator menghitungnya? Tentulah, TIDAK! Sudah berapa oksigen yang kita hirup? Berapa kali mata kita bisa melihat atau sekedar berkedip? Sampai kapan pun kita tidak akan bisa menghitungnya. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. An Nahl: 18)
Lalu, apakah yang harus kita lakukan setelah kita mendapatkan semua nikmat itu? Bersyukur atau kufur? Jika memang bersyukur, apakah diri ini sudah tergolong hamba yang mensyukuri nikmat-nikmat itu?
Karena itu, kita Perlu mengetahui bagaimana cara bersyukur kepada Allah Ta’ala dan bagaimana tata cara merealisasikan syukur itu sendiri. Ketahuilah bahwasannnya Allah mencintai orang-orang yang bersyukur. Hamba yang bersyukur merupakan hamba yang dicintai oleh Allah Ta’ala. Seorang hamba dapat dikatakan bersyukur apabila memenuhi tiga hal:
Pertama,
Hatinya mengakui dan meyakini bahwa segala nikmat yang diperoleh itu berasal dari Allah Ta’ala semata, sebagaimana firman Allah Ta’ala :
وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ
Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya)”. (Qs. An Nahl: 53)
Orang yang menisbatkan bahwa nikmat yang ia peroleh berasal dari Allah Ta’ala, ia adalah hamba yang bersyukur. Selain mengakui dan meyakini bahwa nikmat-nikmat itu berasal dari Allah Ta’ala hendaklah ia mencintai nikmat-nikmat yang ia peroleh.
Kedua,
Lisannya senantiasa mengucapkan kalimat Thayyibbah sebagai bentuk pujian terhadap Allah Ta’ala
Hamba yang bersyukur kepada Allah Ta’ala ialah hamba yang bersyukur dengan lisannya. Allah sangat senang apabila dipuji oleh hamba-Nya. Allah cinta kepada hamba-hamba-Nya yang senantiasa memuji Allah Ta’ala.
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)”. (Qs. Adh Dhuha: 11)
Seorang hamba yang setelah makan mengucapkan rasa syukurnya dengan berdoa, maka ia telah bersyukur. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, dari Mu’adz bin Anas, dari ayahnya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَكَلَ طَعَامًا فَقَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَطْعَمَنِى هَذَا وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّى وَلاَ قُوَّةٍ . غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Barang siapa yang makan makanan kemudian mengucapkan: “Alhamdulillaahilladzii ath’amanii haadzaa wa rozaqoniihi min ghairi haulin minnii wa laa quwwatin” (Segala puji bagi Allah yang telah memberiku makanan ini, dan merizkikan kepadaku tanpa daya serta kekuatan dariku), maka diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Tirmidzi no. 3458. Tirmidzi berkata, hadits ini adalah hadits hasan gharib. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Terdapat pula dalam hadits Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ لَيَرْضَى عَنِ الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ الأَكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا
Sesungguhnya Allah Ta’ala sangat suka kepada hamba-Nya yang mengucapkan tahmid (alhamdulillah) sesudah makan dan minum” (HR. Muslim no. 2734).
Bahkan ketika tertimpa musibah atau melihat sesuatu yang tidak menyenangkan, maka sebaiknya tetaplah kita memuji Allah.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم – إِذَا رَأَى مَا يُحِبُّ
قَالَ « الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ ». وَإِذَا رَأَى مَا يَكْرَهُ قَالَ « الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ ».
Dari Aisyah, kebiasaan Rasulullah jika menyaksikan hal-hal yang beliau sukai adalah mengucapkan “Alhamdulillah alladzi bi ni’matihi tatimmus shalihat”. Sedangkan jika beliau menyaksikan hal-hal yang tidak menyenangkan beliau mengucapkan “Alhamdulillah ‘ala kulli hal.” (HR Ibnu Majah no 3803 dinilai hasan oleh al Albani)
Ketiga,
Menggunakan nikmat-nikmat Allah Ta’ala untuk beramal shalih
Sesungguhnya orang yang bersyukur kepada Allah Ta’ala akan menggunakan nikmat Allah untuk beramal shalih, tidak digunakan untuk bermaksiat kepada Allah. Ia gunakan matanya untuk melihat hal yang baik, lisannya tidak untuk berkata kecuali yang baik, dan anggota badannya ia gunakan untuk beribadah kepada Allah Ta’ala.
Ketiga hal tersebut adalah kategori seorang hamba yang bersyukur yakni bersyukur dengan hati, lisan dan anggota badannya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Qudamah rahimahullah, “Syukur (yang sebenarnya) adalah dengan hati, lisan dan anggota badan. (Minhajul Qosidin, hal. 305). Syukur dari hati dalam bentuk rasa cinta dan taubat yang disertai ketaatan. Adapun di lisan, syukur itu akan tampak dalam bentuk pujian dan sanjungan. Dan syukur juga akan muncul dalam bentuk ketaatan dan pengabdian oleh segenap anggota badan.” (Al Fawa’id, hal. 124-125)
Dua Nikmat Yang Sering Terlupakan; Nikmat Sehat Dan Waktu Luang
Hendaklah kita selalu mengingat-ingat kenikmatan Allah yang berupa kesehatan, kemudian bersyukur kepada-Nya, dengan memanfaatkannya untuk ketaatan kepada-Nya. Jangan sampai menjadi orang yang rugi, sebagaimana hadits berikut,
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
Dari Ibnu Abbas, dia berkata: Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Dua kenikmatan, kebanyakan manusia tertipu pada keduanya, (yaitu) kesehatan dan waktu luang”. (HR Bukhari, no. 5933)
Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan: “Kenikmatan adalah keadaan yang baik. Ada yang mengatakan, kenikmatan adalah manfaat yang dilakukan dengan bentuk melakukan kebaikan untuk orang lain”. (Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, penjelasan hadits no. 5933)
Ibnu Baththaal rahimahullah mengatakan: “Makna hadits ini, bahwa seseorang tidaklah menjadi orang yang longgar (punya waktu luang) sehingga dia tercukupi (kebutuhannya) dan sehat badannya. Barangsiapa dua perkara itu ada padanya, maka hendaklah dia berusaha agar tidak tertipu, yaitu meninggalkan syukur kepada Allah terhadap nikmat yang telah Allah berikan kepadanya. Dan termasuk syukur kepada Allah adalah melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Barangsiapa melalaikan hal itu, maka dia adalah orang yang tertipu”. (Fathul Bari)
Kemudian sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas “kebanyakan manusia tertipu pada keduanya” ini mengisyaratkan, bahwa orang yang mendapatkan taufiq (bimbingan) untuk itu, hanyalah sedikit.
Ibnul Jauzi rahimahullah menjelaskan: “Kadang-kadang manusia itu sehat, tetapi dia tidak longgar, karena kesibukannya dengan mencari penghidupan. Dan kadang-kadang manusia itu cukup (kebutuhannya), tetapi dia tidak sehat. Maka jika keduanya terkumpul, lalu dia dikalahkan oleh kemalasan melakukan kataatan, maka dia adalah orang yang tertipu. Kesempurnaan itu adalah bahwa dunia merupakan ladang akhirat, di dunia ini terdapat perdagangan yang keuntungannya akan nampak di akhirat. Barangsiapa menggunakan waktu luangnya dan kesehatannya untuk ketaatan kepada Allah, maka dia adalah orang yang pantas diirikan. Dan barangsiapa menggunakan keduanya di dalam maksiat kepada Allah, maka dia adalah orang yang tertipu. Karena waktu luang akan diikuti oleh kesibukan, dan kesehatan akan diikuti oleh sakit, jika tidak terjadi, maka itu (berarti) masa tua (pikun).
Maka sepantasnya hamba yang berakal bersegera beramal shalih sebelum kedatangan perkara-perkara yang menghalanginya. Imam Al Hakim meriwayatkan dari Abdullah bin Abbas, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda menasihati seorang laki-laki:
اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ , شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ , وَصِحَّتِكَ قَبْلَ سَقْمِكَ , وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ , وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ , وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
”Ambillah kesempatan lima (keadaan) sebelum lima (keadaan). (Yaitu) mudamu sebelum pikunmu, kesehatanmu sebelum sakitmu, cukupmu sebelum fakirmu, longgarmu sebelum sibukmu, kehidupanmu sebelum matimu.” (HR. Al Hakim)
Mengapa Kita Harus Bersyukur?
Karena semua nikmat itu berasal dari Allah Ta’ala
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ
Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya)”. (Qs. An Nahl: 53)
فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
Maka makanlah yang halal lagi baik dari rizki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.”  (Qs. An Nahl: 114).
Bersyukur merupakan perintah Allah Ta’ala
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
Ingatlah kepada-Ku, Aku juga akan ingat kepada kalian. Dan bersyukurlah kepada-Ku, janganlah kalian kufur.” (Qs. Al Baqarah: 152)
Pada ayat tersebut Allah memerintahkannya secara khusus, kemudian sesudahnya Allah memerintahkan untuk bersyukur secara umum. Allah berfirman yang artinya, “Maka bersyukurlah kepada-Ku.”
Yaitu bersyukurlah kalian atas nikmat-nikmat ini yang telah Aku karuniakan kepada kalian dan atas berbagai macam bencana yang telah Aku singkirkan sehingga tidak menimpa kalian.
Disebutkannya perintah untuk bersyukur setelah penyebutan berbagai macam nikmat diniyah yang berupa ilmu, penyucian akhlak, dan taufik untuk beramal, maka itu menjelaskan bahwa sesungguhnya nikmat diniyah adalah nikmat yang paling agung. Bahkan, itulah nikmat yang sesungguhnya. Apabila nikmat yang lain lenyap, nikmat tersebut masih tetap ada.
Hendaknya setiap orang yang telah mendapatkan taufik (dari Allah) untuk berilmu atau beramal senantiasa bersyukur kepada Allah atas nikmat tersebut. Hal itu supaya Allah menambahkan karunia-Nya kepada mereka. Dan juga, supaya lenyap perasaan ujub (kagum diri) dari diri mereka. Dengan demikian, mereka akan terus disibukkan dengan bersyukur.
Jika tidak bersyukur, berarti ia telah kufur
“Karena lawan dari syukur adalah ingkar/kufur, Allah pun melarang melakukannya. Allah berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kalian kufur”. Yang dimaksud dengan kata ‘kufur’ di sini adalah yang menjadi lawan dari kata syukur. Maka, itu berarti kufur di sini bermakna tindakan mengingkari nikmat dan menentangnya, tidak menggunakannya dengan baik. Dan bisa jadi maknanya lebih luas daripada itu, sehingga ia mencakup banyak bentuk pengingkaran. Pengingkaran yang paling besar adalah kekafiran kepada Allah, kemudian diikuti oleh berbagai macam perbuatan kemaksiatan yang beraneka ragam jenisnya dari yang berupa kemusyrikan sampai yang ada di bawah-bawahnya.” (Taisir Karimir Rahman, hal. 74)
Penopang Tegaknya Agama
Al ‘Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan di dalam sebuah kitabnya yaitu Al Fawa’id,  “Bangunan agama ini ditopang oleh dua kaidah: Dzikir dan syukur. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Ingatlah kepada-Ku, Aku juga akan ingat kepada kalian. Dan bersyukurlah kepada-Ku, janganlah kalian kufur.” (Qs. Al Baqarah: 152).”
Ketika bersyukur kepada Allah, maka Allah akan tambahkan nikmat itu menjadi semakin banyak
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Dan (ingatlah juga), tatkala Rabbmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (Qs. Ibrahim: 7).
Semua nikmat yang diperoleh, kelak akan dimintai pertanggungjawaban
AllahTa’alaberfirman,
ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ
Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu)” (Qs. At Takatsur: 8).
Syaikh As Sa’dirahimahullahmenerangkan, nikmat yang telah kalian peroleh di dunia, apakah benar telah kalian syukuri, disalurkan untuk melakukan hak Allah dan tidak disalurkan untuk perbuatan maksiat? Jika kalian benar-benar bersyukur, maka kalian kelak akan mendapatkan nikmat yang lebih mulia dan lebih utama.
Allah Ta’ala berfirman,
وَيَوْمَ يُعْرَضُ الَّذِينَ كَفَرُوا عَلَى النَّارِ أَذْهَبْتُمْ طَيِّبَاتِكُمْ فِي حَيَاتِكُمُ الدُّنْيَا وَاسْتَمْتَعْتُمْ بِهَا فَالْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ
Dan (ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka dikatakan): “Kamu telah menghabiskan rezkimu yang baik dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya; maka pada hari ini kamu dibalasi dengan azab yang menghinakan” (Qs. Al Ahqaf: 20).
Allah akan memberikan balasan kepada orang yang bersyukur
Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ
Dan kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur” (Qs. Ali Imran:145)
Semoga kita termasuk dalam orang-orang yang mengingat nikmat Allah Ta’ala dengan bersyukur.
اَللَّهُمَّ أَعِنِّيْ عَلَى ذِكْرِكَ، وَشُكْرِكَ، وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ .
“Ya Allah! Berilah pertolongan kepadaku untuk menyebut namaMu, syukur kepadaMu dan ibadah yang baik untukMu.”
Wallahu waliyyut taufiq
***
Muslimah.Or.Id
Penulis: Ummu Abdillah Dewi Gimarjanti
Murajaah: Ustadz Ammi Nur Baits
Sumber:
  • Fat-hul Bāri Syarh Shahih Bukhari, Ibnu Hajar Aṡqolani
  • Al- Fawāid, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Penerbit Dār at-Taqwā liturāṡ
  • Shahih At Targhib wat Targhib 3/311, no. 3355, Penerbit Maktabul Ma’arif
  • Taisir Karimir Rahman, Syaikh Abdurrahman as-Sa’di
  • Al-Qurān al-Karīm
Website:
  • Yufid.tv, video ceramah singkat “Cara Bersyukur yang Benar Agar Rizki Melimpah” oleh Ustaż Badrusalam, Lc. Diunduh pada tanggal 23 Mei 2013 pukul 11.48 pm.




Sumber: https://muslimah.or.id/4607-mengingat-nikmat-dengan-syukur.html
Baca selengkapnya »
Home